5 rukun nikah hanya berlaku atau dibutuhkan ketika akan dilakukan prosesi pernikahan di dalam majlis pernikahan. Ketika belum berlangsung pernikahan di majlis pernikahan, 5 rukun diupayakan disiapkan agar terpenuhi pas berlangsungnya pernikahan.
Maka, syarat-syarat sah nikah sebelum hari pernikahan harus terpenuhi agar tidak mengganggu terkumpulnya 5 rukun nikah di majlis pernikahan.
Misal, syarat nikah sesama agama tidak terpenuhi, otoamtis tidak ada wali nikah yang mau merestui. Otomatis syarat adanya wali nikah tidak ada juga. Bila tidak ada, kehadiran wali nikah di prosesi pernikahan tidak ada. Tidak bisa juga wali hakim menggantikannya karena dilarang secara syar’i.
Apa saja rukun nikah yang menjadi inti sebuah kegiatan pernikahan di dalam majlis pernikahan? Penjelasan ini berdasarkan kitab Fathul Wahhab, oleh Imam Zakaria, yang telah dilansir di laman Nu.or.id.
- Ada Mempelai Pria, Kehadiran Mempelai Pria di Majlis Pernikahan
Dalam majlis pernikahan, harus ada mempelai pria. Bila tidak ada, tentu tidak terjadi pernikahan. Karena, mempelai pria harus mengucapkan ijab-kabul.
Masalah mempelai pria yang tidak datang di hari pernikahan sudah sering terjadi dengan berbagai hal yang melatarbelakanginya.
Namun ada toleransi bila mempelai pria tidak datang di majlis pernikahan. Bila memang tidak disertai kabar, pernikahan batal, karena belum ada keputusan dari pihak mempelai pria. Bila memang disertai kabar, dengan alasan yang logis, pernikahan bisa terjadi dengan ‘diwakilkan’ (mungkin sekarang via online). Kasus ini teradi pada diri Gus Dur waktu menikah Ibu Sinta.
- Ada Mempelai Wanita, Kesiapannya Menikah
Sebagian masyarakat, mempelai wanita akan bersanding di sebelah pengantin pria ketika terjadi proses pernikahan. Namun, sebagian lagi memang sengaja untuk tidak disandingkan. Biasanya, mempelai wanita akan menunggu di dalam kamarnya. Hal ini sesuai adat-istiadat saja.
Terpenting, si wanita memang siap untuk dinikahkan. Jelas, si mempelai pria sudah menemukan mempelai wanita yang sudah siap untuk dinikahkan. Jadi, istilah ada mempelai wanita, karena ada sosok wanita yang mau dinikahkan, sekalipun tidak hadir di majlis pernikahan.
- Adanya Wali Nikah
Dalam kondisi normal, wali nikah hadir dalam majis pernikahan. Bila tidak bisa hadir, bisa mengandalkan wali hakim dengan melalui persetujuan sang wali nikah.
Tentunya, wali nikah yang berhak menikahi harus memenuhi syarat yaitu beragama Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki dan adil.
Masalahnya, bagaimana dengan menggunakan wali hakim? Untuk masalah ini, pihak KAU juga mengurusi masalah petugas wali hakim. Dengan tersedianya wali hakim, otomatis sudah memenuhi syarat sebagai wali hakim.
- Terdapat 2 Orang Saksi Di Majlis Pernikahan
Dua orang saksi, sama saja persyaratannya seperti menjadi wali nikah yaitu beragama Islam, baligh, berakal, meredeka, lelaki dan juga adil. Biasanya, orang yang menjadi saksi pernikahan adalah tokoh agama yang sudah dipercaya kesolehannya.
- Shighat
Seperti yang dilansir Nu.or.id, shighat disini mencakup ijab-kabul yang diucapkan oleh wali nikah atau perwakiannya dan juga yang diucapkan oleh mempelai pria.
Sighat bisa diibaratkan seperti penutupan transaksi antara penjual dan pembeli, yakni adanya persetujuan jual-beli. Begitu juga nikah. Bedanya, shighat harus diucapkan, tidak bisa ditulis.
Biasanya juga, shighot pernikahan hanya terjadi bila berpapasan muka di depan wali.
Konon, ijab-qobul secara online di larang, karena soal jarak pernikahan yang dihalangi tempat. Tetapi, ini pernah dilakukan oleh mempelai dari Malaysia. MUI Jawa Timur sendiri sudah menganggap sah pernikahan dengan persyaratannya, salah satunya di era pandemi ini (Theasianparent.com).
Bentuk shighat:
Wali nikah atau perwakilan menucapkan: “Saya nikahkan dan kawinkan ananda fulan bin fulan dengan fulanah binti fulan.”.
Mempelai pria: Saya terima nikah dan kawinnya fulanah binti fulan dengan mahar tersebut.”
Wallahualam…